TRANSFORMASI GURU BABY BOOMERS DI MASA PANDEMI


TRANSFORMASI GURU BABY BOOMERS  DI MASA PANDEMI

 

Generasi Baby Boomers dalam beberapa sumber menyatakan bahwa mereka yang lahir pada tahun 1944 sampai dengan tahun 1964. Generasi  ini memiliki ciri menonjol diantaranya mandiri, cerdas, kreatif, tidak suka menerima kritik dan menjaga gengsi. Namun  dedikasi dan loyalitas  untuk keluarga sangat tinggi, demi kesejahteraan keluarga mereka rela bekerja keras. Disisi lain pemahaman akan teknologi lebih rendah dibanding generasi setelahnya, apalagi jika dibandingkan dengan generasi Z atau bahkan generasi Alfa, generasi ini sekarang menjadi anak didiknya.  Peserta didik sendiri berada dalam masa sangat  mudah terhubung dengan teknologi dalam rangka mencari informasi. Bagi generasi Baby Boomers pembelajaran masih bersifat tradisional / konvensional, guru menjelaskan dan peserta didik menyimak serta melakukan tugas seperti instruksi guru dengan tepat waktu. Terjadilah kesenjangan diantara mereka, peserta didik merasa mampu  memperoleh informasi dari berbagai sumber referensi  yaitu  teknologi informasi sementara guru masih memegang teguh bahwa pembelajaran apalagi menggunakan gadget akan banyak mudharatnya.

Transformasi sendiri jika merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki pengertian perubahan rupa. Dalam konteks tulisan ini mengarah kepada perubahan guru Baby Boomers tersebut menghadapi tuntutan jaman yaitu menggunakan teknologi, untuk melakukan pembelajaran jarak jauh dalam masa pandemi, akibat merebaknya virus covid 19.  Seperti kita ketahui bersama guru dan peserta didik terpisah ruang bahkan kadang terpisah waktu. Mengapa demikian?

Guru sudah siap untuk melakukan PJJ namun peserta didik masih dalam kondisi belum siap, bahkan kadang ada yang musti ditelpon agar segera bangun. Dapat dipastikan bahwa sebagian besar sekolah di pagi hari dianjurkan untuk menyapa peserta didik, mengabsen meraka dan memotivasi agar selalu menjaga protokol kesehatan, melaksanakan 3 M dan PHBS. Tidak jarang dari kegiatan sapaan pagi ini dijumpai peserta didik belum bangun atau belum siap mengikuti kegiatan hari itu. Kalau gurunya tidak pintar-pintar memanfaatkan segala daya dan upaya, tujuan utama memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik tidak akan maksimal. Mau  tidak mau, suka tidak suka  guru harus belajar lebih keras lagi dalam memanfaatkan teknologi informasi agar pembelajaran jarak jauh bisa mengena kepada peserta didik.

Di masa awal pandemi dan diberlakukannya PSBB (pembatasan sosial berskala besar) pertengahan bulan Maret 2020, sebagian besar guru hanya memberikan tugas melalui WAG (whatsapp Grup). Peserta didik mengerjakan tugas dari guru dengan menuliskannya di buku tulis kemudian difoto dan dikirim kembali ke WA guru secara pribadi. Tri semester pertama muncul keluhan dari orang tua, peserta didik dan guru sendiri. Orang tua merasa berat mendampingi putra / putrinya dalam belajar, karena merasa tidak mampu menjawab pertanyaan anaknya pada saat menemui kesulitan atau masalah dalam belajarnya. Disamping kesulitan mendampingi putra / putrinya orang tua juga mengalami kerepotan dalam menyediakan kuota internet untuk PJJ tersebut.

Sementara dalam diri anak mulai mengalami  kejenuhan dalam mengerjakan tugas dari gurunya, hampir semua mata pelajaran memberikan tugas bersamaan. Tugas menumpuk, banyak materi yang belum dimengerti membuat peserta didik semakin tertekan. Sementara dari sisi guru hal paling dikeluhkan adalah memori Hpnya penuh akibat kiriman tugas dari peserta didik dan bunyi dari notifikasi WA sangat mengganggu karena banyaknya pesan masuk. Disamping itu guru mengalami kesulitan dalam melakukan koreksi karena kirimana dari peserta didik saling kejar-kejaran dan menimpa chat dengan cepatnya.

Menyikapi hal tersebut banyak pimpinan sekolah berinisiatif melakukan pelatihan untuk guru-gurunya agar melek IT, sehingga dalam pembelajaran jarak jauh akan lebih bermakna bagi peserta didik. Dalam hal ini guru dalam kategori golongan generasi Baby Boomers tentu saja harus dilakukan pendampingan pada saat mengikuti pelatihan. Komputer / laptop dan gawai pasti dimiliki oleh guru, hanya kadang pemanfaatnya dalam hal mengembangkan kreatifitasnya kurang. Guru dalam generasi ini komputer atau laptop lebih menonjol penggunaannya pada saat membuat perangkat pembelajaran seperti program ataupun RPP  dan membuat soal jika mereka menggnakan Ms.Word. atau menginputi nilai jika guru tersebut menggunakan Ms Excel. Guru generasi ini akan menggunakan tayangan presentasi  dalam mengajar jika ada PPT sudah siap digunakan dan biasanya diperoleh dari teman sejawat.

Pelatihan oleh sekolah lebih mengerucut kepada bagaimana pola pembelajaran selama pandemi dan akan dilaksanakan guru dapat diterima peserta didik, orang tua dan memudahkan guru sendiri dalam PJJ terutama pengumpulan hasil pekerjaan peserta didik. Guru akan dilatih  bagaimana memanfaatkan teknologi semaksimal mungkin demi sebuah pembelajaran yang menyenangkan.

Pelatihan berupa pembuatan google clasroom pada saat ini muncul merebak di mana-mana. Baik  interen dilakukan oleh sekolah ada pula dalam bentuk pelatihan online. Hasil akhirnya sangat membahagiakan untuk semua pihak, guru juga semakin terampil dalam memanfaatkan teknologi khususnya dalam memanfaatkan google clasroom. Berbekal pelatihan google classroom guru mampu mengembangkan ketrampilan dalam menggunakan fitur-fitur di dalamnya. Tidak sungkan guru ini akan bertanya kepada orang yang dianggap lebih memahaminya.

Peserta didikpun lebih leluasa menggunakan gawai dan laptopnya, mereka mengumpulkan tugas baik berupa teks, foto bahkan video akan lebih mudah. Ada kepuasan pada diri peserta didik dan orang tua karena guru akhirnya bisa menjelaskan materi pebelajaran melalui youtube dan bisa ditayang juga melalui google classroom. Bahkan belakangan guru semakin terampil menggunakan video konferensi dalam pembelajaran dan memanfaatkan whiteboardnya dalam menjelaskan materi kepada peserta didik. Peserta didikpun merasa lebih memahami materi dengan mendengar penjelasan langsung dari gurunya. Apalagi orangtua rasa sedihnya terobati dengan melihat  perkembangan anaknya dalam mengikuti pembelajaran jarak jauh.

Pemerintah juga tidak tinggal diam dalam menghadapi kendala pembelajaran ini terutama dalam mempersiapakan kuota bagi peserta didik dan pendidik. Secara pelan namun pasti bantuan kuota dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan tersalurkan ke peserta didik. Peserta  didik dan orang tua merasa puas dan lega karena mereka sudah terbebas dari masalahnya selama ini. Belajarpun menjadi nyaman dan menyenangkan dengan adanya teknologi yang mempermudah komunikasi bahkan bisa menghilangkan sekat jarak ruang dan waktu. Guru dan peserta didik akan leluasa mengadakan video konferensi, kehadiran peserta didik akan lebih terlihat peningkatannya.

 

#PGRI  #KOGTIK  #EPSON  #KSGN




 Heni Purwaningsih,S.Pd  merupakan putri pertama dari empat bersaudara pasangan ibu Sutini dan alm bapak Sajan serta ibu dari dua anak remaja laki-laki, lahir dan besar di Gunungkidul Daerah Istimewa Yogyakarta. Masa kecil dari guru BK yang terlahir 25 Mei 1972 ini dihabiskan dengan membantu kedua orangtuanya dalam berladang dan bersawah di kampung halamannya Sawahan Jatiayu Karangmojo Gunungkidul. Memiliki ayah seorang pegawai kelurahan dengan upah tanah bengkok, menyadarkannya untuk semangat dalam menuntut ilmu di sekolah sehingga kelak  memiliki pekerjaan dan gaji. Masa SD ditempuh dari tahun1989 – 1985 di SD Inpres Jatiayu dan saat ini lokasi sekolah ini sudah rata dengan tanah karena sudah tidak memiliki murid lagi. Dilanjutkan ke SMP Negeri 2 Karangmojo (1985-1988), SMA Negeri Karangmojo (1988-1991). Ketiga jenjang sekolah ini benar-benar tidak keluar dari kampung halaman, barulah pada saat menumpuh bangku kuliah pindah ke ibukota propinsi dengan kost di Samirono sebuah kampung di sebelah selatan IKIP Negeri Jogyakarata (sekarang UNY). Menjadi mahasiswi FIP Jurusan PPB Prodi Bimbingan dan Konseling,  yang jauh dari orangtua selama 5 tahun (1991-1996)  merupakan pengalaman pertama merantau. Dan ternyata pengalaman jauh dari orang tua terulang untuk kedua kalinya dengan mengadu nasib ke ibukota negara. Berjuang dari menjadi staff di sebuah agen periklanan sampai menjadi guru honor selama satu tahun, akhirnya tahun kedua diterimalah menjadi Guru BK di SMP Negeri 281 Jakarta Timur. Jodoh dipertemukan pada saat honor di SMP Negeri 31 Jakarta, setelah dekat dari tahun 1997 akhirnya menikah di tahun 1999. Dan di tahun itu pula SK pindah ke SMP Negeri 29 Jakartapun turun. Jadi sudah 21 tahun penulis mengabdi di SMP Negeri 29 Jakarta.

 

 

Referensi

https://www.merdeka.com/sumut/mengenal-generasi-baby-boomers-x-y-z-dan-alpha-beserta-perbedaan-pola-pikirnya-


10 Komentar

  1. Balasan
    1. masih belajar, struktur bahasanya masih kacau, harus belajar banget nih, padahal usia dah segini, hadewww

      Hapus
  2. Artikelnya keren bu Heni. Ayo donk posting lagi tentang bagaimana mempersiapkan pesdik bersemangat mengikuti pjj

    BalasHapus
    Balasan
    1. nah ini yang bikin kita klimpungan ya, kadang ada saja pesdik yang sulit kita rangkul secara virtual ya. Semoga badai segera berlalu ya, AAmiin YRA

      Hapus
  3. Balasan
    1. Hello Azka, semngat Sumpah Pemuda ya, Bangkir Pemuda Indonesia, Masa depan negara ini di tanganmu

      Hapus
  4. Dari cerita ibu semasa kecil di atas, saya mendapat banyak sekali pelajaran yang dapat di ambil, dan juga di contoh bahwa jika kita menginginkan sesuatu hendaknya berusaha dan bekerja keras demi mencapai tujuan tersebut. Bukan hanya berkata kata ingin sukses saja tetapi tidak mau melakukan usaha dan kerja keras.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semangat Jhahrul, pasti kamu bisa, dengan semua fasilitas yang kamu punya, kalahkan bu Heni yang dari pelosok Gunungkidul. Salam semangat ya, jangan setel kendor, OK

      Hapus
  5. alhamdulillah bu,artikelnya keren habis,banyak pelajaran yg bisa dipetik,dengan semangat belajar.. kita bisa membuat orang tua kita bangga... semoga kepintaran ibu nular ke saya ya ,hehe aamiin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih ya
      jadi GR nih

      kamu pasti bisa lebih TOP dari saya

      Hapus