![]() |
| Persiapan layanan BK Online |
Entah mengapa pagi ini ingin sekali
membuat camilan berbahan dasar singkong.
Kalau di kampungku namanya cemplon, ayooo kira-kira di tempatmu
ada tidak? Kalaupun ada apa namanya?
Makanan yang memiliki sensasi gula meletus
di mulut saat digigit ini memang bikin kangen. Sekilas bisa dibayangkan
sensasinya mirip pada saat kita makan klepon. Namun cemplon ini jauh lebih dasyat sensasinya, krispi diluar,
lembut di dalam dan meletus saat di mulut. Jika tidak hati-hati pada saat
makan, maka gulanya akan bercerai berai atau muncrat kemana-mana.
Cara pengolahannya pun sangat sederhana
dan singkat dalam pengerjaannya. Pertama singkong diparut dan diperas untuk
melarutkan kanjinya. Air perasan dibuang sementara endapannya dicampurkan
kembali ke singkong.
Langkah berikutnya kita sulap singkong parut menjadi “siimut”. Tentu saja bumbunya
jangan sampai ketinggalan. Bumbu yang dibutuhkannya pun sesederhana bahan
utamanya yaitu garam, kelapa parut dan gula merah.
Jreng… minyak panas siap membuat siimut
menjadi kuning keemasan. Tanpa memakan waktu lama cemplon siap dinikmati dengan
teh hangat.
![]() |
| Cemplon siap menemani hariku |
Alhamdulillah layanan bimbingan dan
konseling pagi ini semakin semarak dengan adanya camilan tradisional di depan
laptopku. Untuk sesaat aku mengenang bentuk badan ini sebelum pandemi.
Berat badan sebelum pandemi saja dalam
kategori di atas berat ideal. Padahal setiap hari aktivitas naik turun tangga
di sekolah dan mobilitas yang bisa dibilang lumayan membakar kalori. Apalagi di
masa pandemi ini, semua aktivitas cenderung dilakukan sambil duduk. Ditambah
lagi camilan selalu disiapkan sebelum layanan BK dilaksanakan.
Badan ini bentuknya sudah tidak ada
lekuknya lagi. Ada saatnya kesadaran muncul untuk melakukan olahraga. Olahraga ringan
seperti naik sepeda sudah dilakukan pada saat hari libur. Namun asupan yang
masuk dengan kalori yang terbakar tidak berimbang. Semoga saja dengan
menuliskan siimut ini, kesadaran untuk menjaga pola makan dan olahraga semakin
merasuk ke sanubari.
Hari Rabu ini sebetulnya tidak terjadwal
untuk melaksanakan pembinaan terhadap anak didik. Namun sebagai guru bimbingan
dan konseling yang senantiasa menyiapkan ruang kosong, untuk membantu anak-anak
yang mengalami masalah dalam pembelajaran.
Setiap hari tugas pertama yang sudah
menjadi kebiasaan dalam layanan bimbingan dan konseling adalah menyapa anak. Sapaan
dengan tujuan untuk menambah serta memupuk semangat mereka dalam menghadapi
pembelajaran jarak jauh mereka.
Sapaan sederhana namun memiliki arti istimewa
untuk anak didik. Anak didikpun pada dasarnya sama seperti kita pada umumnya,
senang mendapat perhatian. Apalagi di kondisi pandemi, tingkat kejenuhan sudah
lama menyerang mereka.
Bisa dipastikan mereka butuh orang lain
untuk mendengar ceritanya. Anak tidak lagi bercerita kepada orang tua atau
keluarga yang ada di rumah. Mereka bertemu sepanjang hari, jadi bisa dibilang
cerita mereka hampir sama. Anak menginginkan sosok lain untuk mendengarkan
ceritanya.
Kendala di mata terkadang menghambat dalam
membaca dan membalas chat anak-anak. Permintaan maaf selalu saya lontarkan pada
saat terlambat merespon akibat banyaknya chat yang masuk. Anak asuh di
kelas IX berjumlah 279 siswa, walaupun memang tidak semuanya aktif berbalas
chat.
Tidak jarang justru guru BK yang memulai chat
khususnya untuk anak yang pasif, atau yang bermasalah. Layanan BK selama
pandemi terkadang mengundang senyum dikulum. Sasaran BK adalah peserta didik,
namun fakta di lapangan ada saja orang tua yang juga curhat.
Kolaborasi dengan orang tua memang sangat penting dalam memecahkan masalah
yang sedang menimpa anaknya. Tetapi jika orang tuanya bercerita yang tidak ada
hubungannya dengan masalah anak, rasanya tidak sopan apabila langsung kita
stop. Apalagi kondisinya melalui media sosial, bisa jadi akan muncul kesalahapahaman.
Seperti halnya pagi ini, maksud hati
menyapa anak karena belum hadir di pembelajaran jarak jauh. Beberapa langkah
sudah ditempuh dari menuliskan pesan di whatapps sampai dengan telepon. Namun anak
belum memberikan respon, langkah terakhir telepon orang tua.
Orang tua kebetulan HPnya model lama yang
tidak bisa digunakan untuk layanan media sosial seperti whattapps. Hubungan telepon
tersambung, pembicaraan dimulai dengan perkenalan, sapaan dan menanyakan
keberadaan anaknya.
Anak berhasil dibangunkan oleh si ibu,
namun sambungan telepon tidak bisa disudahi. Komunikasi sudah berbelok arah
tidak lagi membahas masalah anak, namun bercerita tentang pekerjaan dan
penghasilan keluarga.
Tidak tega rasanya mau menyudahi
pembicaraan. Empat puluh enam menit waktu berlalu dan menjadi pendengar yang
baik. Banyak hikmah yang bisa saya petik dari pembicaraan telepon ini.
Rasa tidak nyaman di telinga akibat lama
menggunakan aerphone, saya netralisisr sejenak. Untungnya kudapanku ”siimut” cemplon
masih menemaniku dengan setia. Sedikit melepas penat kunikmati kembali siimut,
sensasi meletusnya gula di mulut kembali menyuntikan semangat dalam diri ini.
Layanan BK kembali berlanjut ke peserta
didik lain. Demikianlah layanan BK hari ini meninggalkan kesan tersendiri. Setiap hari layanan BK memberikan kesan dan
warna tersendiri. Suatu saat kenangan ini akan menjadi cerita untuk anak cucu.


0 Komentar