![]() |
| Celah pintu tertutup plastisin menyebabkan air rembesan menggenang di lantai |
Sabtu
pagi tanggal 20 Februari 2021, ku terbangun karena hawa dingin menusuk kulit. Hal
yang lumrah apabila pagi ini udara terasa dingin, sepanjang malam hujan
mengguyur tanpa henti. Fakta yang tidak bisa dipungkiri lagi tempat tinggal
saya lebih rendah dari kampung lain.
Tempat
tinggal saya kalau diibaratkan piring, tepat berada di cekungan bagian
terdalam. Kami menyadari resiko tinggal di tempat yang lebih rendah. Apabila hujan
turun maka air dari masyarakat sekitar akan mengarah ke kampung kami. Kampung RT.002
merupakan bekas rawa yang di sulap menjadi perkampungan.
Tempat
resapan sudah berubah menjadi kontrakan dan tempat parkir warga. Sungai yang
membelah kampung sangat kecil, tidak mampu menampung debit air. Hal yang lebih serius
lagi, beberapa lokasi di atas sungai
tersebut dibangun permanen.
Sampah
yang menyumbat aliran sungai akan sulit dibersihkan. Bagunan permanen tersebut
panjang serta ada yang membentuk sudut siku. Tanpa adanya lubang untuk
mengambil sampah menambah masalah banjir dari waktu ke waktu tidak mendapatkan
solusi.
Banjir
menjadi resiko yang harus dialami warga RT.002. Dua tahun yang lalu jalan di
semua gang sudah dinaikkan dengan harapan air langsung mengalir ke sungai. Dampak
awal dari jalan yang dinaikan, warga menguruk rumahnya agar air tidak masuk ke
rumah. Alhasil setelah dua tahun pembangunan jalan, kondisi jalan menjadi
sungai bayangan pada saat hujan.
Dingin
yang terasa waktu banguun ternyata juga efek dari menggenangnya air rembesan di
rumah. Rejeki pagi ini ternyata berbentuk air yang berlebihan di rumah. Tidak
sempat terbayangkan akan ada air sebanyak itu di rumah. Lubang di bawah pintu
sudah di antisipasi supaya air tidak masuk ke dalam rumah.
Namun
ternyata air rembesan yang di dalam rumah akhirnya menggenang, karena tidak
bisa keluar melalui celah pintu. Pengalaman mengajarkan air tidak masuk ke
dalam rumah, apabila celah pintu disumbat dengan lilin mainan anak-anak. Lilin plastisin ini mudah dibentuk, sehingga
bisa untuk menambal celah-celah dibawah pintu.
Kerja
bakti pagi ini kami laksanakan setelah shalat subuh, tentu saja shalat di
lakukan di lantai dua. Kedua anak saya
yang sudah usia remaja giat membantu ayahnya. Langkah pertama yang mereka
lakukan adalah mencopot lilin plastisin dari bawah pintu.
Langkah
berikutnya kedua anak remaja tersebut saling mendorong air dengan alat yang
sudah kami siapkan. Sementara ayahnya mengambil air besih untuk mengguyur
lantai. Walaupun airnya bukan air banjir dan berwarna bening, namun tetap saja terasa
licin dan lengket.
Kekompakan
anak dan ayahnya makin terlihat mana kala sambil bekerja mereka tetap bersendau
gurau. Sebagai seorang ibu hal ini sangat mengembirakan. Rasa bangga memenuhi
relung hati ini. Alhamdulillah berhasil memiliki dua anak remaja yang masih
memiliki rasa peduli. Fakta di lapangan jaman sudah mulai mengikis rasa
kekeluargaan dan gotong royong. Sebagian besar diakibatkan kecanduan gawai
diantara para remaja.
Rasa syukur senantiasa terucap sambil menyiapkan sarapan untuk suami dan anak-anak tercinta.

0 Komentar